Senin, 12 September 2011

Rumah Sang Maestro Lukis Indonesia

Awalnya saya hanya ingin merapikan isi memori laptop dan membuang data yang sudah tidak diperlukan. Kemudian saya tergelitik untuk membuka kumpulan foto-foto sewaktu bulan April saya dan teman teman melakukan penelitian ke beberapa Museum di DKI Jakarta. Perhatian saya tertuju pada folder foto Museum basoeki Abdullah.

Museum Basoeki Abdullah sungguh meninggalkan kesan yang mendalam buat saya Betapa ‘intim’ dan hangat nya suasana museum. Seolah pengunjung dibawa melihat lebih dekat dengan tokoh kenamaan, asset berharga bangsa Indonesia, sang maestro lukis Indonesia; Basoeki Abdullah.

Bangunan yang dijadikan museum merupakan bangunan rumah tinggal almarhum yang kemudian dihibahkan oleh istri & anak Alm kepada Pemda DKI Jakarta untuk dijadikan museum. Di lantai satu terdapat ruang tamu/audiovisual, kantor karyawan & ketua Museum, aula serbaguna (venue acara) dan tentu saja ruangan “bersejarah” kamar tidur Alm dimana sarat dengan sejarah yang membuat hati miris.

Ya, kontroversi Basoeki Abdullah bahkan sampai diakhir hayatnya. Tukang kebun yang berencana merampok rumah, akhirnya membunuh beliau di kamar tidur. Saya menyaksikan sendiri suasana kamar tidur yang masih ditata sama dengan terakhir kali ditinggali oleh beliau. Menurut guide museum, bahkan tata letak barang diatur sendiri oleh sang istri, Nataya Narerat.

Kita tinggalkan sejenak kontroversi sang maestro dan beranjak ke lantai dua museum. Decak kagum tak tertahankan ketika melihat sebagian koleksi lukisan beliau.
Terbagi dalam beberapa kategori, namun jelas Basoeki Abdullah menjadikan aliran Naturalis Raelis sebagai aliran spesialisasinya. Lukisan potret presiden/pemimpin dari berbagai Negara tertata dengan apik. Sambil membaca katalog koleksi lukisan yang diberikan oleh pihak museum, rasa ingin tau saya makin membuncah. Beberapa lukisan yang menjadi favorite saya diantaranya adalah lukisan ‘bersambung’ yaitu lukisan wakil-wakil negara untuk Konferensi Asia Afrika yang terbagi menjadi 3 lukisan besar, lukisan Bawah Laut, dan Lukisan Coretan Pertama Ibu Tien.

Lukisan Coretan Pertama Ibu Tien ini menjadi unik karena sapuan cat pertama dilakukan oleh Ibu Tien Soeharto yang kemudian dijadikan satu lukisan utuh oleh Basoeki Abdullah. Sungguh brilian, menurut saya. Tentu saja hasilnya tidak perlu diragukan.

Beranjak ke Perpustakaan yang juga terletak di Lantai 2, saya kembali kagum dengan koleksi Buku Seni beliau. Sangat lengkap dan menarik. Saya yang bukan mahasiswa seni saja, merasa Perpusatakaan itu bagai ‘surga’. Rasanya ingin saya melahap habis buku yang ada disana. Sayangnya masih banyak hal yang harus saya eksplor jadi kami kembali turun ke lantai 1 dan menonton film dokumenter Basoeki Abdullah.

Menurut saya film tersebut dikemas dengan menarik karena mengangkat sisi keseharian Basoeki Abdullah. Mulai dari pagi hari dan berkegiatan di rumah hingga berangkat ‘ngantor’ alias melukis di satu rumah khusus yang dijadikan tempat khusus untuk bekerja/melukis. Diperlihatkan juga kedekatan beliau dengan anaknya dari pernikahan dengan Nataya Narerat, yaitu Cicilia Sidhawati.

Hari pertama berkunjung ke Museum sukses membuat kami senang karena selain mendapat banyak buku (yeay) dan berkesempatan menemui & mewawancara langsung dengan Ketua Museum Basoeki Abdullah, Bapak Joko Madsono. Duh so far beliau memang paling the best! Kenapa? Pertama background beliau ‘nyambung’. Pak Joko memang lulusan seni murni/lukis. Bahkan di ruangannya kami bisa melihat salah satu karya beliau. Kedua, sangat menyenangkan berbincang dengan beliau. Tidak pelit ilmu, jelas memberi informasi, menghargai mahasiswa sebagai peneliti (cie), suportif dan berjiwa muda. Nah, poin terakhir itu yang sebenarnya saya tunggu tunggu dari sosok seorang pemimpin museum. No wonder, staff museum juga memberikan pelayanan yang maksimal dan berbeda bila dibandingkan dengan museum lain yang kami kunjungi.

Puas di hari pertama kunjungan (Jum’at) tidak mengurungkan niat kami untuk datang kembali di hari Minggu. Pada hari itu diadakan Workshop Gambar Landscape. Singkatnya, gambar Landscape merupakan gambar ‘pemandangan’ alias lingkungan sekitar kita. Tidak melulu harus pemandangan alam. Pasar, kelas, komplek perumahan bahkan bisa jadi objek gambar yang menarik. Seperti yang peserta lakukan saat ‘terjun ke lapangan’ alias praktek gambar diluar ruangan. Setelah mendapat prasentasi singkat tentang pengenalan teknik gambar perspektif yang memang berkaitan erat dengan gambar landscape, kami langsung diajak untuk keluar museum dan mencari spot asik untuk mulai menggambar. Senangnya, pihak museum menyediakan seluruh perlengkapan menggambar. Mulai dari papan alas gambar, kertas gambar, pensil, pulpen, kuas, tinta cina, spidol, krayon dll. Pokoknya peserta bebas memilih alat gambar yang mereka sukai. Dengan range peserta yang luas mulai dari murid SD hingga bapak ibu guru, suasana sungguh asyik, membaur dan menyenangkan. Membuat peserta lupa akan teriknya matahari yang menyengat siang itu.

Sekitar 45 menit peserta sibuk berkutat dengan gambar masing-masing. Yang menjadi objek gambar adalah landscape sekitar museum. Beberapa peserta mainstream (termasuk saya) cukup puas menjadikan tampak depan museum sebagai objek gambar. Begitu waktu habis dan semua kembali kedalam, kertas gambar dikumpulkan untuk didiskusikan dengan pembicara, Mas Toni. Wah saya lansung jiper dan berdecak kagum dengan karya adik-adik. Rata-rata sangat kreatif dan sudah cukup professional dalam menggambar. Saya ingat betul ada sebuah gambar dari siswi SMP dengan objek gambar Tiang Listrik. Sungguh tidak terpikir dan hasilnya memiliki teknik perspektif yang sempurna. Saya sejenak bersyukur tidak ikut mengumpulkan gambar saya yang dilihat-lihat; tidak jauh berbeda dengan karya adik-adik SD. Hee

Setelah mengikuti workshop semua peserta mengambil sertifikat di meja registrasi depan. Sayangnya saya dan Haryadi (anggota kelompok penelitian yang ikut workshop) tidak kebagian sertifikat karena sibuk mengejar Mas Toni dan beberapa guru untuk melakukan wawancara. Ternyata pihak museum tidak menyangka animo peserta yang cukup tinggi sehingga sertifikat yang disediakan habis ludes des dalam sekejap. Huaa saya sempat manyun. Kan saya juga mau dapat sertifikat. Huhu. Tapi saya tetap senang dan bersyukur bisa berpartisipasi dalam kegiatan workshop dan menambah ilmu gambar saya.

Nah kegiatan workshop menutup ‘petualangan’ saya dan teman-teman di Museum Basoeki Abdullah. Setelah mendapatkan data untuk keperluan penelitian, kami berpamitan dengan staff museum & bapak kepala museum, Pak Joko. Tak lupa kami memberi buah tangan seadanya, setoples dodol garut yang manis pastinya seperti saya. Hehe. Terima kasih Museum Abdullah, telah membuka cakrawala seni saya yang gak seberapa sekarang jadi jauh lebih menghargai dan mencintai seni, khususnya seni lukis.

Bravo Pak Bas!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar