Berawal dari kecintaan saya pada sebuah Band bernama Hollywood Nobody,
bukan suatu hal yang aneh ketika akhirnya saya juga ‘jatuh cinta’ pada
sang fotografer yang senantiasa mengabadikan setiap penampilan apik
Hollywood Nobody kedalam rangkaian gambar yang sungguh sulit untuk
diabaikan keindahannya.
Perkenalkan seorang mahasiswa multi-tasking yang juga merangkap sebagai jurnalis/reporter fotografer untuk Gigsplay, music director untuk GigsonSky, manager band The Black and Dangerous dan fotografer untuk band kesayanganku; Hollywood Nobody..
Marnala Eross Simanjuntak. Dengan marga simanjuntak dibelakang namanya
sudah bisa ditebak Eros berasal dari ranah Sumatra Utara. Mahasiswa
tingkat akhir Fikom Unpad 2007 Unpad ini akhirnya bersedia saya
‘kulik-kulik’ perihal Stage Photographer pada selasa malam bertempat di
Common Room.
Awal
mula Eros menekuni hobi fotografi bisa dibilang unik. Berangkat dari
menjadi penikmat musik dan gigs, sampailah kepada titik dimana pria ini
tergelitik untuk ‘naik satu level’ dari penikmat menjadi pendokumentasi
alias mengambil gambar dari gigs yang dikunjunginya. Masih sangat lekat
dalam ingatan, ketika SORE menjadi band pertama yang diambil gambarnya
di acara PMKT HI Unpar tahun 2009. Alasannya? Karena Eros suka benget
sama SORE. Simpel. Hehe :D
Pertama
kali pegang kamera ya pas motret SORE itu. Walaupun ada mata kuliah
fotografi di kampus, tapi gak minat. Ketemu ‘jodohnya’ ya di gigs.
intinya “learning by doing”. Gak pernah tuh ada sejarahnya latihan
ngulik ngulik sebelum motret. Semuanya pure insting dan pake feeling.
That’s why menurut pria berpostur tinggi besar ini, PASSION sangat
memegang peranan penting. Menangkap momen yang memiliki ‘nyawa’ gak akan
didapatkan dengan sekedar menjepret sana sini. ‘Pesan’ yang disampaikan
foto itu baru maksimal ketika si fotografer memang mendedikasikan
bidikan lensanya untuk menangkap euphoria keriaan menikmati musik.
Ketika menyadari musik dan fotografi adalah passionnya, Eros
memadukannya dalam satu kegiatan yang menurut saya sangat menarik, Stage Photograpy!
Stage
dan Photography. Yang terlintas adalah memotret di panggung. Sebenarnya
apa sih yang menjadikan profesi ini menarik? Karena perkembangannya
yang pesat bahkan di tahun 2011 ini. Menurut Eros, sekarang sudah banyak
penonton gigs yang membawa serta kamera mereka dan tak ragu mendekat ke
bibir panggung untuk menjadi ‘stage photografer’ minimal untuk dirinya
sendiri :p hehe.
Karena
kalau sudah menyangkut profesi, Eros dengan tegas berpendapat bahwa
untuk mendapatkan predikat ‘stage photographer’ dibutuhkan konsistensi
lebih dari profesi kebanyakan. “ketika misalnya seseorang menjadi
manager, maka saat itu juga ia akan disebut manager. Baik itu di awal,
maupun 5 tahun kedepan. Beda dengan fotografer. Setelah sesorang
menekuni & konsisten di jalur stage fotografi ini, itulah yang
menjadi tolak ukur seberapa ‘layak’ ia dianugerahi predikat fotografer.” Hitungan 10 tahun keatas baru bisa dibilang konsisten.
“Stage Photographer bukan profesi, tapi predikat!”
Begitu eros mengoreksi julukan yang saya kira merupakan ‘profesi’. Saya pun seketika setuju.
Di
Indonesia sendiri stage fotografer sudah ada sejak lama bagi penggiat
fotografi yang memang berkecimpung di dunia jurnalistik. Stage
Photography menjadi suatu hal yang terdengar ‘awam’ namun mulai
terdengar gaungnya khususnya di kota seperti Bandung & Jakarta
seiring meningkatnya frekuensi gigs di kota-kota tersebut.
Keterlibatan
Eros menjadi fotografer Hollywood Nobody juga menjadi bukti bahwa
‘jodoh-tak-lari-kemana’. Minimnya frekuensi Hollywood Nobody tampil di
khalayak pada awal berkarir tak menyurutkan tekad pria ber knowledge
musik luas ini untuk mendaftarkan diri menjadi fotografer ketika membaca
tawaran posisi tersebut di page facebook band favorite nya itu.
Terhitung Maret 2010 Eros resmi menjadi fotografer Hollywood Nobody dan
langsung mengemban tugas mengabadikan momen Hollywood yang menjadi
opening act konser Kings of Convenience kala itu di dua kota sekaligus, Jakarta dan Bandung. Adapun bisa bertatap muka dengan vokalis KOC, Erlend Oye, juga merupakan salah satu pengalaman berkesan bagi Eros.
Bandung Berisik
juga menjadi momen seru bagi Eros. Dengan excited Eros bercerita bahwa
tepat di saat akan berkegiatan di bandung Berisik, ia menderita sakit
telinga. Padahal as we all know, pagelaran musik cadas tersebut dapat
dipastikan menyuguhkan suara berdesibel tinggi alias ‘keras’ di telinga.
Sepasang headset menjadi ‘tameng’nya kala itu J belum lagi suasana
media pit yang ramai akan sesama fotografer, media, polisi bahkan alay
sekitar yang menjadi pengunjung tumplek-plek disitu. Alhasil tanpa pikir
panjang ketika ada kesempatan, Eros cuek naik ke stage dan mengabadikan
beberapa momen diatas panggung :)
Gelaran Java Rocking Land
tahun 2011 ini juga meninggalkan kesan yang lekat bagi Eros. Bisa
dibilang hari itu ketahanan fisik dan mental Eros diuji. Bayangkan,
sampai di Jakarta subuh, jam 6 pagi sudah kembali lagi ke Bandung untuk
kepentingan foto session Hollywood Nobody, lalu jam 2 siang menyambangi
The Black and Dangerous yang tampil di event Keuken di Cikapundung.
Tanpa ba-bi-bu kembali lagi ke JRL lalu tiba jam setengah 10 malam untuk
menonton performa band yang sudah diincar Eros, Happy Monday. Besoknya?
Tepar! Lelah sekaligus amazed bisa sukses menunaikan semua ‘tugas’ di
hari itu.
Diberikan amanat menjadi Official Photographer untuk Mocca dalam Last Show nya
di Jakarta, masih merupakan kebanggan tersendiri bagi Eros untuk
menjadi bagian dari ‘sejarah’ karir band asal Bandung ini. Mengabadikan
setiap momen mulai dari rehearsal hingga detik mengharukan perpisahan
‘sementara’ yang membuat sejumlah foto yang dihasilkan sarat dengan
intimasi dan kenangan.
Ditengah serunya perbincangan, Eros mengungkapkan kekagumannya pada seorang stage photographer internasional bernama Brantley Gutierrez.
Gutierrez tidak menjadi stage fotografer official band manapun, tapi
karyanya yang ‘breath-taking’ mampu membuat banyak band jatuh hati pada
hasil fotonya yang selalu memiliki soul dengan kamera analognya dan
membuat ciri khas tersendiri. Sebut saja Incubus yang menjadi ‘langganan
tetap’ Gutierrez. Bahkan di umurnya yang masih relatif muda, early 30,
Gutierezz sudah merambah dunia videographer. Satu kata yang terucap
lepas dari Eros adalah EPIC! Buat Eros, kalau sampai dia sudah
bilang EPIC, berarti ‘sakit’ itu foto. Super ber’nyawa’. Dan lately,
Eros menjadikan Gutierezz sebagai salah satu referensinya.
Di Indonesia sendiri, salah satu kawannya, Dimas Wisnuwardono, fotografer The Trees and The Wild menjadi favorit bagi Eros. Dimas mampu membuat ‘image’ TTAW menjadi seperti sekarang :)
Mimpi
yang belum terwujud bagi Eros adalah sebuah kamera. Wait, fotografer
yang belum memiliki kamera? Gimana ceritanya? Saya pun kagum mendapati
kenyataan bahwa selama ini Eros berkarya menggunakan kamera ‘pinjaman’.
Tapi demi apapun, bagi saya itu jadi pecut tersendiri bagi kalian,
pembaca diluar sana, termasuk saya. “gak punya kamera gak jadi
halangan, bahkan Bemby, drummer dari band favorite gue, SORE, gak punya
drum.” Well, dalam hati saya berujar, “sakit nih eros. ini baru namanya
gak ada yang gak mungkin.”
Suka Duka menjadi Stage Fotografer dijawab dengan diplomatis oleh Eros,
“sukanya
bisa kenal banyak orang, karya di publish dan ketika ada orang yang
suka, itu kepuasan tersendiri. Bahkan gue prefer orang ngomenin, suka
sama karya gue daripada di publish”
“dukanya?
Gak ada!” haha memang susah juga bertanya duka pada profesi yang
didasari oleh passion. Semua dibawa enjoy dan menyenangkan :)
Ketika saya bertanya adakah perngaruh kota Bandung
terhadap profesi Stage Photographer ini, Eros menjawab Bandung masih
kurang penyelenggaraan gigs dan venue yang memadai. Singkatnya,
fotografer kurang wadah.
“kalau pengadaan venue gigs masih minim, otomatis gigs juga dikit dan makin sempit wadah stage photographer buat berkarya”
Couldn’t agree more :)
Target
Eros, mau tetap foto sampai umur berapapun, selama passion itu masih
ada. Untuk perkembangan Stage Photographer sendiri, Eros tidak merasa
itu sebagai suatu persaingan. Malah saling belajar sekaligus makin
banyak teman untuk sharing :) bahkan sekarang sudah ada @stageID dimana teman teman Stage Photographer bisa berkumpul, berbagi ilmu dan cerita dunia foto panggung
Dan
tidak terasa saya sudah berbincang dengan Eros selama kurang lebih satu
jam. Lumayan ‘memakan’ waktu walaupun saya selalu lupa waktu kalau
berbincang dengan sosok yang saya kagumi, termasuk si Eros ini. Hehe.
Jabatan tangan dan ucapan terima kasih yang bisa saya berikan atas
kesediaan Eros meluangkan waktunya untuk berbagi dan menginspirasi saya
malam itu.
Erlend Oye dan Ricky White Shoes and The Couples Company
Hollywood Nobody
Arina Mocca dalam Last Show Concert
Bandung Berisik 2011
Sukses untuk segala kegiatan lo, yah Ros! Berjumpa di gigs selanjutnya!