Kamis, 01 Desember 2011

Faces of Bandung #3 : Marnala Eross “Stage Photographer : bukan profesi, tapi predikat!”

Berawal dari kecintaan saya pada sebuah Band bernama Hollywood Nobody, bukan suatu hal  yang aneh ketika akhirnya saya juga ‘jatuh cinta’ pada sang fotografer yang senantiasa mengabadikan setiap penampilan apik Hollywood Nobody kedalam rangkaian gambar yang sungguh sulit untuk diabaikan keindahannya. 

Perkenalkan seorang mahasiswa multi-tasking yang juga merangkap sebagai jurnalis/reporter fotografer untuk Gigsplay, music director untuk GigsonSky, manager band The Black and Dangerous dan fotografer untuk band kesayanganku; Hollywood Nobody.. Marnala Eross Simanjuntak. Dengan marga simanjuntak dibelakang namanya sudah bisa ditebak Eros berasal dari ranah Sumatra Utara. Mahasiswa tingkat akhir Fikom Unpad 2007 Unpad ini akhirnya bersedia saya ‘kulik-kulik’ perihal Stage Photographer pada selasa malam  bertempat di Common Room.

Awal mula Eros menekuni hobi fotografi bisa dibilang unik. Berangkat dari menjadi penikmat musik dan gigs, sampailah kepada titik dimana pria ini tergelitik untuk ‘naik satu level’ dari penikmat menjadi pendokumentasi alias mengambil gambar dari gigs yang dikunjunginya. Masih sangat lekat dalam ingatan, ketika SORE menjadi band pertama yang diambil gambarnya di acara PMKT HI Unpar tahun 2009. Alasannya? Karena Eros suka benget sama SORE. Simpel. Hehe :D

Pertama kali pegang kamera ya pas motret SORE itu. Walaupun ada mata kuliah fotografi di kampus, tapi gak minat. Ketemu ‘jodohnya’ ya di gigs. intinya “learning by doing”. Gak pernah tuh ada sejarahnya latihan ngulik ngulik sebelum motret. Semuanya pure insting dan pake feeling. That’s why menurut pria berpostur tinggi besar ini, PASSION sangat memegang peranan penting. Menangkap momen yang memiliki ‘nyawa’ gak akan didapatkan dengan sekedar menjepret sana sini. ‘Pesan’ yang disampaikan foto itu baru maksimal ketika si fotografer memang mendedikasikan bidikan lensanya untuk menangkap euphoria keriaan menikmati musik. Ketika menyadari musik dan fotografi adalah passionnya, Eros memadukannya dalam satu kegiatan yang menurut saya sangat menarik, Stage Photograpy!

Stage dan Photography. Yang terlintas adalah memotret di panggung. Sebenarnya apa sih yang menjadikan profesi ini menarik? Karena perkembangannya yang pesat bahkan di tahun 2011 ini. Menurut Eros, sekarang sudah banyak penonton gigs yang membawa serta kamera mereka dan tak ragu mendekat ke bibir panggung untuk menjadi ‘stage photografer’ minimal untuk dirinya sendiri :p hehe. 

Karena kalau sudah menyangkut profesi, Eros dengan tegas berpendapat bahwa untuk mendapatkan predikat ‘stage photographer’ dibutuhkan konsistensi lebih dari profesi kebanyakan.  “ketika misalnya seseorang menjadi manager, maka saat itu juga ia akan disebut manager. Baik itu di awal, maupun 5 tahun kedepan. Beda dengan fotografer. Setelah sesorang menekuni & konsisten di jalur stage fotografi ini, itulah yang menjadi tolak ukur seberapa ‘layak’ ia dianugerahi predikat fotografer.” Hitungan 10 tahun keatas baru bisa dibilang konsisten. 

“Stage Photographer bukan profesi, tapi predikat!”

Begitu eros mengoreksi julukan yang saya kira merupakan ‘profesi’. Saya pun seketika setuju. 

Di Indonesia sendiri stage fotografer sudah ada sejak lama bagi penggiat fotografi yang memang berkecimpung di dunia jurnalistik. Stage Photography menjadi suatu hal yang terdengar ‘awam’ namun mulai terdengar gaungnya khususnya di kota seperti Bandung & Jakarta seiring meningkatnya frekuensi gigs di kota-kota tersebut.

Keterlibatan Eros menjadi fotografer Hollywood Nobody juga menjadi bukti bahwa  ‘jodoh-tak-lari-kemana’. Minimnya frekuensi Hollywood Nobody tampil di khalayak pada awal berkarir tak menyurutkan tekad pria ber knowledge musik luas ini untuk mendaftarkan diri menjadi fotografer ketika membaca tawaran posisi tersebut di page facebook band favorite nya itu. Terhitung Maret 2010 Eros resmi menjadi fotografer Hollywood Nobody dan langsung mengemban tugas mengabadikan momen Hollywood yang menjadi opening act konser Kings of Convenience kala itu di dua kota sekaligus, Jakarta dan Bandung. Adapun bisa bertatap muka dengan vokalis KOC, Erlend Oye, juga merupakan salah satu pengalaman berkesan bagi Eros. 

Bandung Berisik juga menjadi momen seru bagi Eros. Dengan excited Eros bercerita bahwa tepat di saat akan berkegiatan di bandung Berisik, ia menderita sakit telinga. Padahal as we all know, pagelaran musik  cadas tersebut dapat dipastikan menyuguhkan suara berdesibel tinggi alias ‘keras’ di telinga. Sepasang headset menjadi ‘tameng’nya kala itu J belum lagi suasana media pit yang ramai akan sesama fotografer, media, polisi bahkan alay sekitar yang menjadi pengunjung tumplek-plek disitu. Alhasil tanpa pikir panjang ketika ada kesempatan, Eros cuek naik ke stage dan mengabadikan beberapa momen diatas panggung :)

Gelaran Java Rocking Land tahun 2011 ini juga meninggalkan kesan yang lekat bagi Eros. Bisa dibilang hari itu ketahanan fisik dan mental Eros diuji. Bayangkan, sampai di Jakarta subuh, jam 6 pagi sudah kembali lagi ke Bandung untuk kepentingan foto session Hollywood Nobody, lalu jam 2 siang menyambangi The Black and Dangerous yang tampil di event Keuken di Cikapundung. Tanpa ba-bi-bu kembali lagi ke JRL lalu tiba jam setengah 10 malam untuk menonton performa band yang sudah diincar Eros, Happy Monday. Besoknya? Tepar! Lelah sekaligus amazed  bisa sukses menunaikan semua ‘tugas’ di hari itu.

Diberikan amanat menjadi Official Photographer untuk Mocca dalam Last Show nya di Jakarta, masih merupakan kebanggan tersendiri bagi Eros untuk menjadi bagian dari ‘sejarah’ karir band asal Bandung ini. Mengabadikan setiap momen mulai dari rehearsal hingga detik mengharukan perpisahan ‘sementara’ yang membuat sejumlah foto yang dihasilkan sarat dengan intimasi dan kenangan.

Ditengah serunya perbincangan, Eros mengungkapkan kekagumannya pada seorang stage photographer internasional bernama Brantley Gutierrez.  Gutierrez tidak menjadi stage fotografer official band manapun, tapi karyanya yang ‘breath-taking’ mampu membuat banyak band jatuh hati pada hasil fotonya yang selalu memiliki soul dengan kamera analognya dan membuat ciri khas tersendiri. Sebut saja Incubus yang menjadi ‘langganan tetap’ Gutierrez. Bahkan di umurnya yang masih relatif muda, early 30, Gutierezz sudah merambah dunia videographer. Satu kata yang terucap lepas dari Eros adalah EPIC! Buat Eros, kalau sampai dia sudah bilang EPIC, berarti ‘sakit’ itu foto. Super ber’nyawa’. Dan lately, Eros menjadikan Gutierezz sebagai salah satu referensinya.
Di Indonesia sendiri, salah satu kawannya, Dimas Wisnuwardono, fotografer The Trees and The Wild menjadi favorit bagi Eros. Dimas mampu membuat ‘image’ TTAW menjadi seperti sekarang :)
 
Mimpi yang belum terwujud bagi Eros adalah sebuah kamera. Wait, fotografer yang belum memiliki kamera? Gimana ceritanya? Saya pun kagum mendapati kenyataan bahwa selama ini Eros berkarya menggunakan kamera ‘pinjaman’. Tapi demi apapun, bagi saya itu jadi pecut tersendiri bagi kalian, pembaca diluar sana, termasuk saya.  “gak punya kamera gak jadi halangan, bahkan Bemby, drummer dari band favorite gue, SORE, gak punya drum.” Well, dalam hati saya berujar, “sakit nih eros. ini baru namanya gak ada yang gak mungkin.” 

Suka Duka menjadi Stage Fotografer dijawab dengan diplomatis oleh Eros,
“sukanya bisa kenal banyak orang, karya di publish dan ketika ada orang yang suka, itu kepuasan tersendiri. Bahkan gue prefer orang ngomenin, suka sama karya gue daripada di publish”

“dukanya? Gak ada!” haha memang susah juga bertanya duka pada profesi yang didasari oleh passion. Semua dibawa enjoy dan menyenangkan :)

Ketika saya bertanya adakah perngaruh kota Bandung terhadap profesi Stage Photographer ini, Eros menjawab Bandung masih kurang penyelenggaraan gigs dan venue yang memadai. Singkatnya, fotografer kurang wadah.

“kalau pengadaan venue gigs masih minim, otomatis gigs juga dikit dan makin sempit wadah stage photographer buat berkarya”

Couldn’t agree more :)

Target Eros, mau tetap foto sampai umur berapapun, selama passion itu masih ada. Untuk perkembangan Stage Photographer sendiri, Eros tidak merasa itu sebagai suatu persaingan. Malah saling belajar sekaligus makin banyak teman untuk sharing :) bahkan sekarang sudah ada @stageID dimana teman teman Stage Photographer bisa berkumpul, berbagi ilmu dan cerita dunia foto panggung

Dan tidak terasa saya sudah berbincang dengan Eros selama kurang lebih satu jam. Lumayan ‘memakan’ waktu walaupun saya selalu lupa waktu kalau berbincang dengan sosok yang saya kagumi, termasuk si Eros ini. Hehe. Jabatan tangan dan ucapan terima kasih yang bisa saya berikan atas kesediaan Eros meluangkan waktunya untuk berbagi dan menginspirasi saya malam itu.

Selamat menikmati karya Eros di http://www.flickr.com/photos/marnalaman/
 Erlend Oye dan Ricky White Shoes and The Couples Company

 Hollywood Nobody

 Arina Mocca dalam Last Show Concert


  Bandung Berisik 2011

  Eros @marnalaman
Sukses untuk segala kegiatan lo, yah Ros! Berjumpa di gigs selanjutnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar