Minggu, 14 April 2013

Pesta Rilis Album ‘Berjalan Lebih Jauh’ – Banda Neira



Bandung, 14 April 2013

Semalam sebuah café mungil di jalan riau, Bandung disesaki pengunjung tumpah ruah yang ingin berbagi pengalaman menjadi saksi pesta rilis Banda Neira. Dimuka café,saya langsung menuju satu meja yang digawangi beberapa mahasiswi dengan ceria menawarkan totebag hitam mungil bergambar sampul album. Saya menggeleng pelan, “CD nya saja Mba.” dalam hati saya berjanji akan membeli totebagnya di kesempatan selanjutnya. Terutama kalau dikeluarkan edisi baru dengan bentuk yang lebih besar. Rasanya payung dan botol minum serta barang lain akan berhimpitan kalau menggunakan totebag sekecil itu. 

Sambil menggenggam CD seharga 35 ribu bersampul gambar gitar dengan dominasi warna kuning, saya menyelip maju kedepan. Saya menyapu pandangan sekeliling. Rupanya pribadi pribadi antusias itu tak mengenal gender, pria-wanita, bahkan menurut saya rupanya didominasi pria. Sudut sebelah kanan nampak wajah – wajah keluarga dari duo nelangsa asal Bandung, Universitas Parahyangan, ini mendukung, hadir dari awal acara. Sudut sebelah kiri riuh rendah oleh hysteria kawan seperjuangan dari KKBM Unpar, SORGE Magz dan Media Parahyangan. Lambat kemudian saya tahu, produksi dan segala keperluan pesta rilis album ini didukung penuh oleh tiga badan tersebut yang kemudian menjadi SORGE RECORDS. Salut. Ketika kepercayaan dan impian dapat berjalan beriringan mewujudkan yang sebelumnya tak terbayangkan menjadi nyata, hadir dan dapat dinikmati bersama malam itu.

Selepas opening act dari Rusa Militan dan Deugalih & Folk, penonton tak kuasa menanti suguhan utama. Kelakar Rara ‘Harusnya Banda Neira yang jadi band pembuka Rusa Militan dan Deugalih & Folk, nih. Mereka barusan keren sekali.” menjadi pencair suasana. Terlihat Rara Sekar & Ananda Badudu excited sekaligus deg-degan. “Aku pikir yang datang hanya 30 orang, keluarga dan teman – teman dekat saja, taunya ramai sekali”. Yap, rupanya dukungan akan duo yang beru berumur setahun ini sudah begitu mendapat tempat bagi banyak orang. Ketika ayah - ayah dari Nanda & Rara didaulat maju kedepan, mereka terlihat bangga dan mendukung kegiatan bermusik Banda Neira. “Tuh, ibunya Nanda tiap hari muterin lagu Banda Neira”. Begitu ucap ayah dari Nanda. Saya berpikir, keluarga menjadi inti dari semua karya yang dicipta. Maka dari itu, lahirlah lagu “Di Beranda”. Haru selalu dirasa setiap mereka menyanyikan bait terakhir dalam reff “Kita berdua tahu, dia pasti / Pulang ke rumah”.

Sebelum Banda Neira naik menyapa pengunjung, diputarkan beberapa video dokumentasi perjalanan bermusik mereka. Menarik, selain bermain di beberapa acara, ada pula video sesi latihan. Latihan yang unik, digelar dimana saja. Taman Suropati Jakarta, Warteg dan gang di menteng, musholla di Bogor bahkan rumah sakit di Bali. Jarak yang memisahkan nampaknya jadi gimmick yang dapat dilalui oleh Banda Neira dengan meninggalkan banyak cerita. Rara yang bekerja sebagai pekerja yayasan Kopernik di Ubud dan Ananda yang menggeluti kerasnya Jakarta dalam profesinya sebagai wartawan Tempo nyatanya dapat menghadirkan lagu – lagu melalui siasat jitu. “Nanda biasanya kasih ide dan dikirim melalui email. Ra, frak banget nih Ra. Dikirimkannya lah. Aku lalu timpa dengan recorder handphone. “ Rara menjelaskan metode unik mereka dalam membuat lagu. 

Lagu – demi lagu dinyanyikan oleh Rara & Nanda. Nomor – nomor dari EP mereka ‘Di Paruh Waktu’ memenuhi ruangan; Di Atas Kapal Kertas yang menjadi pembuka, Ke Entah Berantah yang bikin pengunjung cewek menjerit “Bawa aku tersesat, Nandaa”, Esok Pasti Jumpa (Kau Keluhkan) dengan irama yang catchy serta Rindu yang merupakan musikalisasi puisi Subagio Sastrowardoyo sebagai pesan pengingat rindu & pengharapan begi keluarga penghilangan paksa yang ditinggalakan, menghadirkan koor dari penonton. 



Lagu-lagu baru mereka juga rupanya sudah menjadi track favorit, seperti Di Beranda mengalun lirih. Dialognya nyata bercerita kegundahan orang tua yang ditinggal anaknya keluar rumah, bekerja atau kuliah. Kisah Tanpa Cerita juga dengan mulus dibawakan oleh Banda Neira. Petikan gitar Nanda membius penonton. Track Senja di Jakarta yang disebut – sebut belum pernah dibawakan sukses menjadi kejutan. Nadanya yang ceria menceritakan perjalanan pulang kantor Rara sore hari di Jakarta, sempat membuat perdebatan batin bagi Nanda. “Wah lagunya terlalu ceria nih, Ra. Gak Banda Neira banget. Kurang nelangsa.” begitu ‘protes’ Nanda. Seluruh pengunjung tergelak. Rara dengan lincah memukul riang xylophone dan membunyikan bel sepedanya di lagu ini. 

Nomor penutup malam itu jatuh dengan tepat kepada Berjalan Lebih Jauh. “Bangun, sebab pagi terlalu berharga / Tuk kita lewati dengan tertidur” cocok menjadi soundtrack di pagi hari. Pesan untuk berjalan lebih jauh, menyelam lebih dalam, menjelajah semua warna nampaknya menjadi landasan album ini. Tak ayal terpilih menjadi judul dari album pertama Banda Neira. Sepakat. Titik klimaks muncul saat Nanda menarik kabel gitarnya dan mantap masuk ke barisan penonton. Petikan gitarnya makin semangat. Nanda meminta pengunjung bediri dan menyanyi ‘Bersama.. ‘ bait terakhir dalam lagu ini. 


Suasana riuh rendah oleh tepukan dan wajah sumringah. Selepas Berjalan Lebih jauh, rupanya pengunjung meminta encore. Tahu saja mereka, masih ada satu nomor yang belum dibawakan. Mengalunlah Hujan di Mimpi. Syahdu dan membius. MC mengambil alih mic, mengisyaratkan pesta rilis album Berjalan Lebih Jauh - Banda Neira telah mencapai penghujung. Rekan, sahabat, keluarga maju untuk memberi selamat.
Selamat untuk Banda Neira. Tetap menginspirasi dan menjadi duo nelangsa yang ceria juga ya. 






Salam,
Fanni Yudharisman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar