Sabtu, 01 September 2012

Pras # 1

Saya ingin jadi kamera.
Atau proyektor
Atau kaca pembesar.

Melalui lensa, saya ingin menangkap tawa seorang ibu tua yang walaupun tidak bisa bangkit dari ranjangnya karena sakit tapi masih suka bercerita dan menyanyi lagu-lagu keroncong dengan fasih.

Melalui layar putih terbentang, saya ingin menampilkan film tua. Masih berwarna hitam putih dengan dialog yang kaku patah patah namun tutur katanya indah.

Melalui loop, saya ingin melihat lebih dekat keseharian pemulung cilik yang mengayun kakinya kemana biasa ia mencari sampah lalu sekedar beristirahat dibawah pohon rindang sambil melamun ingin naik mobil mewah yang melewatinya.

Kenapa saya banyak ingin? Karena saya banyak kekurangan.

Mata minus saya memaksa untuk dipakaikan kacamata. Dan saya hanya memakainya saat membaca di ruang kuliah.

Saya hanya setinggi 170cm. untuk postur pemain basket jelas kurang, saya lagipula hanya suka berenang. Makanya saya ikut unit menyelam saja.  Tak harus beramai ramai mencapai satu tujuan. Bisa dilakukan sendiri. 

Saya jarang bicara kalau tidak ditegur. Banyak yang bilang karena saya hampir selalu sibuk dengan buku di tangan. Atau mendengarkan lagu melalui ipod. Sekalinya saya bercerita banyak lawan bicara akan dibuat pusing karena saya mencari celah topik topik yang terkadang butuh nalar banyak untuk sekedar perbincangan kedai kopi.

Ya saya benci kedai kopi. Banyak yang bilang kopi adalah sahabat penulis, seniman dan pekerja lainnya. Bisa membuat terjaga ditengah himpitan kerjaan tulisan maupun karya. Tapi kopi itu tak cukup membuat lidah saya bersorak. Entah kenapa teh menjadi pilihan saya. Rasanya pun aneka, lalu saya pilih yang peling saya senangi. Peach. Satu jenis buah yang segar dan sedikit asam. 

Lalu kenapa harus ada hari itu. Tempo saat saya ke toko buku seperti Rabu biasanya. Saya duduk di kursi paling pojok dengan meja mungil di hadapannya. Saya merogoh saku kemeja untuk meraih ikat rambut. Sambil mengikat rambut yang mulai panjang melewati bahu, sekilas saya edarkan pandangan ke sekeliling ruangan. 

Tunggu, ada seorang gadis berkacamata menatap saya dengan aneh. Sedikit memajukan bibirnya dan mata yang menyipit. Seperti geram sendiri. Ah makin banyak saja orang aneh yang saya temui. Walau sedikit manis sih. Dia memakai kaus hitam kebesaran. Sneakers nya saja buluk gitu,pikir saya. Pasti anak ini hobinya jalan kaki, haha. 

Ah lalu saya tenggelam dalam bacaan sambil sesekali meneguk teh peach perlahan. Tapi rasa nya ada yang terlewat hari ini. Selang satu jam berlalu, handphone berdering. Satu pesan masuk. 

“Pras, cepat pulang. Ibu ngga enak badan, kamu antar ibu ke dokter Tama ya.”

Dahiku berkerut, ibu sakit apa ya? 

Dengan sigap saya benahi buku ke dalam ransel. Ah iya ternyata saya juga seharusnya ada janji dengan Citra. Pasti dia akan cerewet lagi. Bergegas saya lewati meja di gadis bersepatu kumal itu. Seperti potongan adegan film, singkat tapi terulang terus di kepala. Rupanya ia dan tangan kidalnya menari diatas sebuah buku catatan kecil.

Saat itu seperti ada daya gravitasi aneh yang membuat saya merasa saya akan menemukan hal ajaib lainnya jika suatu nanti saya bisa bertemu lagi dengan dia. 

-----

Langit langit kamar ini warnanya sudah pudar. Birunya tak sebiru saat aku mengecatnya bersama ayah 4 tahun yang lalu.

Saat saat sebelum tidur yang tak selalu mulus ini yang kadang menjadi jeda waktu untuk berpikir. Biasanya hanya memikirkan kuliah, unit dan lukisan yang belum selesai.

Tapi malam ini daftarku kehadiran satu anggota baru. Gadis kecil yang rambutnya ikal dikuncir tinggi, sepatu converse nya dekil dan baju kausnya kebesaran.

Aku kemudian mengambil buku sketch di meja kecil sebelah ranjang. Sedikit lelah karena hari ini ada rapat unit dan mengurus keperluan anggota  baru unit menyelam. 

Saya paksakan memejamkan mata demi kuliah pagi esok. Sial. Kenapa malah wajah manyun gadis itu yang muncul. Tak mau dikuasai rasa aneh karena tetiba si gadis itu yang menari nari dipikiran, saya pasang playlist lagu pengantar tidur di ipod, berharap secepatnya mata ini mengalah dan membiarkan saya melewati malam yang ternyata sudah pukul 11 malam.

---

It's late and I'm feeling so tired
Having trouble sleeping
This constant compromise
Between thinking and breathing

Could it be I'm suffering
Because I'll never give in
Won't say that I'm falling in love

Please, please, tell me
I don't see myself
Couldn't I blame something else
No, don't say, yeah
Don't say I'm falling in love

---

Sial, Corinne Bailey Rae! Suara merdu anda ikut menjadi anthem susah tidur malam ini. Dan kupaksakan terpejam setelah satu lalu favorit saya itu berakhir.

Jangan bilang saya jatuh cinta, jangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar