Selasa, 17 April 2012

Berpikir keras bagaimana agar tulisan ini tidak terlihat sebagai salah sekian ‘penyesalan’ yang seharusnya sudah bisa saya prediksi.
Berhati – hati menjadi kata kunci sakti rupanya.
Walaupun terlambat untuk terlewatinya. Teringat ketiga subyek yang saya alami entah kenapa selalu tipikal.
Tipikal untuk jatuh hati dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Tipikal untuk karakter yang mereka sajikan menghempaskan saya larut di dalamnya.
Tipikal untuk kemudian saya sadari bahwa tidak ada celah menuju kesana.
Tipikal untuk kemudian bangkit dan memulai dari awal.
Setelah kali ketiga ini tugas saya cukup berat.
Memerintah sebuah bentuk abstrak dari seorang sosok manusia, perasaan.
Membuatnya tetap sadar, berjalan diatas garis lurus dinamakan batas
Ketika batas itu menjadi sebuah penyelamat, kenapa tidak dicoba
Nikmatnya terjerumus dalam keriaan semu merupakan godaannya tak dapat saya hiraukan
Pikiran pendek berkedok ‘nikmati saja apa yang ada’ ini menjadi sebuah pemicu dilematis tiada ujung
Haruskah kali ini setelah tulisan ini dibuat, saya kembali menjadi seorang naïve yang kemudian menutup telinga dan jeritan lirih hati?
Seharusnya tidak, sebaiknya tidak
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar