Berpikir keras bagaimana agar tulisan ini tidak terlihat
sebagai salah sekian ‘penyesalan’ yang seharusnya sudah bisa saya prediksi.
Berhati – hati menjadi kata kunci sakti rupanya.
Walaupun terlambat untuk terlewatinya. Teringat ketiga
subyek yang saya alami entah kenapa selalu tipikal.
Tipikal untuk jatuh hati dalam tempo
sesingkat-singkatnya.
Tipikal untuk karakter yang mereka sajikan
menghempaskan saya larut di dalamnya.
Tipikal untuk kemudian saya sadari bahwa tidak ada
celah menuju kesana.
Tipikal untuk kemudian bangkit dan memulai dari awal.
Setelah kali ketiga ini tugas saya cukup berat.
Memerintah sebuah bentuk abstrak dari seorang sosok
manusia, perasaan.
Membuatnya tetap sadar, berjalan diatas garis lurus
dinamakan batas
Ketika batas itu menjadi sebuah penyelamat, kenapa
tidak dicoba
Nikmatnya terjerumus dalam keriaan semu merupakan
godaannya tak dapat saya hiraukan
Pikiran pendek berkedok ‘nikmati saja apa yang ada’
ini menjadi sebuah pemicu dilematis tiada ujung
Haruskah kali ini setelah tulisan ini dibuat, saya
kembali menjadi seorang naïve yang kemudian menutup telinga dan jeritan lirih
hati?
Seharusnya tidak,
sebaiknya tidak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar