Saya ingin
jadi kamera.
Atau proyektor
Atau kaca
pembesar.
Melalui lensa,
saya ingin menangkap tawa seorang ibu tua yang walaupun tidak bisa bangkit dari
ranjangnya karena sakit tapi masih suka bercerita dan menyanyi lagu-lagu
keroncong dengan fasih.
Melalui
layar putih terbentang, saya ingin menampilkan film tua. Masih berwarna hitam
putih dengan dialog yang kaku patah patah namun tutur katanya indah.
Melalui loop,
saya ingin melihat lebih dekat keseharian pemulung cilik yang mengayun kakinya
kemana biasa ia mencari sampah lalu sekedar beristirahat dibawah pohon rindang
sambil melamun ingin naik mobil mewah yang melewatinya.
Kenapa saya
banyak ingin? Karena saya banyak kekurangan.
Mata minus
saya memaksa untuk dipakaikan kacamata. Dan saya hanya memakainya saat membaca
di ruang kuliah.
Saya hanya
setinggi 170cm. untuk postur pemain basket jelas kurang, saya lagipula hanya
suka berenang. Makanya saya ikut unit menyelam saja. Tak harus beramai ramai mencapai satu tujuan. Bisa
dilakukan sendiri.
Saya jarang
bicara kalau tidak ditegur. Banyak yang bilang karena saya hampir selalu sibuk
dengan buku di tangan. Atau mendengarkan lagu melalui ipod. Sekalinya saya
bercerita banyak lawan bicara akan dibuat pusing karena saya mencari celah topik
topik yang terkadang butuh nalar banyak untuk sekedar perbincangan kedai kopi.
Ya saya
benci kedai kopi. Banyak yang bilang kopi adalah sahabat penulis, seniman dan
pekerja lainnya. Bisa membuat terjaga ditengah himpitan kerjaan tulisan maupun
karya. Tapi kopi itu tak cukup membuat lidah saya bersorak. Entah kenapa teh menjadi
pilihan saya. Rasanya pun aneka, lalu saya pilih yang peling saya senangi. Peach.
Satu jenis buah yang segar dan sedikit asam.
Lalu kenapa
harus ada hari itu. Tempo saat saya ke toko buku seperti Rabu biasanya. Saya duduk
di kursi paling pojok dengan meja mungil di hadapannya. Saya merogoh saku
kemeja untuk meraih ikat rambut. Sambil mengikat rambut yang mulai panjang
melewati bahu, sekilas saya edarkan pandangan ke sekeliling ruangan.
Tunggu, ada
seorang gadis berkacamata menatap saya dengan aneh. Sedikit memajukan bibirnya
dan mata yang menyipit. Seperti geram sendiri. Ah makin banyak saja orang aneh
yang saya temui. Walau sedikit manis sih. Dia memakai kaus hitam kebesaran. Sneakers
nya saja buluk gitu,pikir saya. Pasti anak ini hobinya jalan kaki, haha.
Ah lalu saya
tenggelam dalam bacaan sambil sesekali meneguk teh peach perlahan. Tapi rasa
nya ada yang terlewat hari ini. Selang satu jam berlalu, handphone berdering. Satu
pesan masuk.
“Pras,
cepat pulang. Ibu ngga enak badan, kamu antar ibu ke dokter Tama ya.”
Dahiku berkerut,
ibu sakit apa ya?
Dengan sigap
saya benahi buku ke dalam ransel. Ah iya ternyata saya juga seharusnya ada
janji dengan Citra. Pasti dia akan cerewet lagi. Bergegas saya lewati meja di
gadis bersepatu kumal itu. Seperti potongan adegan film, singkat tapi terulang
terus di kepala. Rupanya ia dan tangan kidalnya menari diatas sebuah buku
catatan kecil.
Saat itu
seperti ada daya gravitasi aneh yang membuat saya merasa saya akan menemukan
hal ajaib lainnya jika suatu nanti saya bisa bertemu lagi dengan dia.
-----
Langit langit
kamar ini warnanya sudah pudar. Birunya tak sebiru saat aku mengecatnya bersama
ayah 4 tahun yang lalu.
Saat saat
sebelum tidur yang tak selalu mulus ini yang kadang menjadi jeda waktu untuk
berpikir. Biasanya hanya memikirkan kuliah, unit dan lukisan yang belum
selesai.
Tapi malam ini
daftarku kehadiran satu anggota baru. Gadis kecil yang rambutnya ikal dikuncir
tinggi, sepatu converse nya dekil dan baju kausnya kebesaran.
Aku kemudian
mengambil buku sketch di meja kecil sebelah ranjang. Sedikit lelah karena hari
ini ada rapat unit dan mengurus keperluan anggota baru unit menyelam.
Saya paksakan
memejamkan mata demi kuliah pagi esok. Sial. Kenapa malah wajah manyun gadis
itu yang muncul. Tak mau dikuasai rasa aneh karena tetiba si gadis itu yang
menari nari dipikiran, saya pasang playlist lagu pengantar tidur di ipod,
berharap secepatnya mata ini mengalah dan membiarkan saya melewati malam yang
ternyata sudah pukul 11 malam.
---
It's late and I'm feeling so tired
Having trouble sleeping
This constant compromise
Between thinking and breathing
Could it be I'm suffering
Because I'll never give in
Won't say that I'm falling in love
Please, please, tell me
I don't see myself
Couldn't I blame something else
No, don't say, yeah
Don't say I'm falling in love
---
Sial,
Corinne Bailey Rae! Suara merdu anda ikut menjadi anthem susah tidur malam ini.
Dan kupaksakan terpejam setelah satu lalu favorit saya itu berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar