Adalah
jodoh ketika saya bertemu beberapa kali dengan sang narasumber di beberapa
event belakangan. TUNZA Conference dan TEDxBandung ‘Counting Forward’. Berbekal
self esteem tinggi dan kenekatan tiada tara, saya mencoba mengontak Tita
Larasati, saya memanggil beliau Mba Tita (padahal murid nya memanggil Bu Tita
:p), untuk diwawancara oleh #BandungUnite.
Setelah
membuat janji, tibalah di hari selasa yang sedikit mendung namun sejuk, saya
bertemu Mba Tita di Kantor Desain Produk FSRD ITB. Wah, langsung masuk ruang
dosen bikin hati saya sedikit ciut. Akhirnya setelah mengutarakan sedikit
background & maksud dari #BandungUnite , Mba Tita merespon dengan cukup
antusias sekaligus spontan bertanya, “Bedanya dengan ITB United apa?” Dan saya
coba jawab diplomatis, “ini cakupannya lebih luas, Mba. Bandung secara
keseluruhan.” (padahal dalam hati, “jawab apaan ya?”) Awal yang menyenangkan
nih, saya pun tanpa basa basi mencoba ‘mengenal’ Mba Tita and her doodles more
closely :)
Saat
ditanya mengenai kesibukannya, saya pun sepakat bahwa waktu Mba Tita banyak
dihabiskan untuk mengajar. Selain itu, ibu multi-tasking ini juga aktif menjadi
peneliti dan community developer . Menggambar doodle menurutnya bukan profesi,
melainkan sudah menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Simply, doodle yang
digambar adalah pilihan highlight kejadian yang dialami di hari itu. Malah
cerita polos khas anak-anak yang menggemaskan juga hadir lewat cerita dari
tokoh Dhanu & Lindri, kedua anak Mba Tita, "Keluarga, khususnya anak, memang sumber inspirasi
saya. Kalau mereka sudah besar, saya akan tunjukkan kepada mereka, begini lho,
kenakalanmu dulu," ungkap Mba Tita seraya tertawa.
Pecinta
bambu dan sepeda yang hobi gambar sejak kecil ini bertutur bahwa awal mula
doodle ini terkumpul ketika magang di Jerman tahun 1995. Perempuan bernama lengkap
Dwinita Larasati ini mengirim kabar pada orangtuanya melalui gambar doodle yang
dikirim lewat mesin facsimile. “Jaman itu, internet belum musim.” Kemudian ibu
Mba Tita mengumpulkan gambar-gambar tersebut dan di’sebarluaskan’ ke saudara,
teman dan keluarga. Saat itu gambar Mba Tita bahasanya ‘gado-gado’. Ada bahasa
Inggris, Indonesia, Jerman dan Belanda. Setelah menuai protes dari teman-teman
di Jerman, akhirnya sekarang doodle dibuat dalam versi bahasa Inggris.
Buku
dengan format graphic diary ala Mba Tita yang lahir pada 28 Desember 1972 itu, pertama kali terbit di Harlem,
Belanda. Ketika itu Mba Tita yang sedang tinggal disana mengikuti festival komik
. Saat itulah karyanya mulai diekspos, namun belum dalam format buku, melainkan
berbentuk pameran. Keikutsertaan gambar Mba Tita juga sampai kepada momen gempa
di Jogjakarta silam, ketika beberapa seniman bersatu dan membuat karya antologi
(kumpulan gambar dalam satu buku) dan hasilnya disumbangkan kepada korban
gempa. Event 24 hours Comics bertempat di Amsterdam juga menghantarkan doodle
Mba Tita yang kemudian diluncurkan di Amerika. Tahun 2007 Mba Tita juga
menggelar pameran DI : Y di Jakarta.
Adapun
tahun 2008 menjadi momentum bagi peluncuran buku perdana yang bertajuk CURHAT
TITA yang diterbitkan oleh CAB (Curhat Anak Bangsa) publisher. Dicetak sebanyak
1500 eksemplar dan dicetak ulang ketika respon pembaca bagus. Ternyata buku
jenis ini punya ‘pasar’ nya sendiri. Justru ‘ketidaklaziman’ inilah yang
mendapat tempat di hati pembaca. Disaat pada era itu komik Indonesia masih
sangat bersaing dengan komik Jepang (manga). Sampai sekarang buku Mba Tita sudah
berada pada buku keempat. Semua dalam format graphic diary. Saat ditanya apakah
Mba Tita pernah menggambar doodle selain curhat sehari-hari, beliau menjawab “fiktif?
Pernah. Waktu Goethe ngadain lomba komik dalam rangka piala dunia jadi temanya
tentang bola. Hehe”
Untuk
yang baru mulai tertarik bikin doodle, Mba Tita punya tips nih. “doodle itu
merekam yang dicatat” apa yang dialami, pilih satu highlight dan gambarkan.
Simple kan? Karena doodle memang sebagai sarana informasi dan komunikasi yang
gampang diserap. Selain itu graphic diary juga lebih untuk dikenang,
nostalgiaan kalau dilihat di masa depan.
Tanggapan
Seno Gumilar untuk karya Mba Tita juga memang langsung kepada ‘roots’ atau
akarnya membuat doodle. Karya sederhana yang ringan dan merekam kelakuan/momen.
Mba Tita ini kemana-mana bawa buku diary nya loh. Saya juga sempat
diperlihatkan & mengintip sedikit isinya. Buku bersampul kulit warna hitam
polos yang lumayan tebal dan tidak bergaris pada bagian halamannya alias polos.
Disaat ada waktu luang, Mba Tita dipastikan ‘corat coret’ di diary itu. Uniknya
memang semua gambar tidak diwarnai dan hanya menggunakan pulpen. “Dulu sih
pernah coba diwarnai, tapi dengan kesibukan sekarang sepertinya gak sempat.”
begitu menurut Mba Tita.
Sejumlah
seniman gambar yang menjadi inspirasi bagi Mba Tita diantaranya adalah Eddie
Campbell, Marjan Satrapi dan Craig Thompson. Walaupun masih asing di telinga
saya, (thanks to Google) setelah ditelusuri mereka adalah illustrator, komikus
dan pembuat graphic novel kelas kakap alias canggih pisan! Jadi ikutan nge fans
nih saya, hehe.
Yang
juga seru adalah setiap tahun bertepatan dengan ultah CAB, tanggal 7
November
selalu diadakan kegiatan membuat graphic diary selama 7 hari
berturut-turut!
Wow! Para pastisipan bisa mengirimkan link gambar mereka yang sudah
diupload dan akan dibantu share oleh website SEVEN . Bahkan juga ada
closing dengan kegiatan workshop. Event
kece bagi para ‘pencoret-coret’ alias doodle maker ini berlangsung sejak
2008.
Kita lihat saja keriaan apa yang akan disuguhkan kembali di tahun ini :) asiknya gak semua yang ikut jago
menggambar loh, bahkan ada yang minta ‘digambarin’ dan ada seorang suami yang
minta dibuatkan gambar untuk mendiang istrinya. Bikin terharu deh. Intinya
banyak kejadian seru lah selama 7 hari tersebut.
Sama
kayak saya yang excited berat dengar penuturan dari Mba Tita siang itu. Dengan
cepat saya melirik jam di tangan kiri dan memutuskan untuk menyudahi interview
kala itu. Disebelah saya sudah menunggu sesosok mahasiswa yang sepertinya ingin
bimbingan dan alhasil dia menunggu saya berceloteh bersama Mba Tita. Hehe. Last
question, saya wondering apa sih Good & Bad nya kota Bandung ini menurut
Mba Tita..
“Good
nya Bandung punya potensi komunitas kreatif dalam jumlah banyak. Bad nya
pemerintah dan infrastruktur tidak mendukung.”
Setuju
banget, Mba! Kemana-mana kayanya juga orang Bandung mah selalu kreatip, pake P.
masih banyak kepedulian dari warga Bandung untuk menciptakan keunikan &
sesuatu yang berbeda. Aneh dan nyeleneh di Bandung itu lumrah. Well, begitu
pula dengan keunikan doodle khas Mba Tita yang selalu saya kagumi. Nekat kadang
ada hikmahnya loh. Kenekatan itu sukses mengantarkan saya bertemu dengan salah
satu idola saya, yaitu Mba Tita.
Terima kasih banyak atas kesediaan diganggu disela-sela kesibukan mengajar dan diajak ngobrol selama kurang lebih 45 menit. Sukses selalu untuk segala kegiatan dan terus menggambar ya Mba Tita :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar